Pergeseran Makna Pengkaderan

Monday, February 17, 2014

| | |

Setiap Tahun ajaran baru, dunia pendidikan, khususnya ditingkat universitas, mahasiswa seringkali dihebohkan dengan yang namanya pengkaderan. Tak lengkap rasanya mengenyam dunia kampus tanpa mencicipi pengkaderan. Pro dan kontra menemani perjalanan pengkaderan hingga saat ini.
Pengkaderan mempunyai dua landasan yaitu filosofi dan Normatif. Dimana landasan filosofi menyangkut tentang manusia dan mahasiswa beserta perannya dalam masyarakat, seperti agent of change dan social control. Adapun landasan normatif, berhubungan dengan aturan – aturan yang berlaku pada suatu organisasi yang bersifat wajib dan harus dipatuhi. Pengkaderan dimaksudkan untuk membentuk pribadi yang tidak lupa akan perannya sebagai manusia dan mahasiswa yang tidak bersifat apatis atau acuh tak acuh terhadap lingkungan disekitarnya.
Awal Mula Perpeloncoan
Perpeloncoan telah ada pada zaman dahulu, tepatnya pada zaman kolonial Belanda, dimana saat itu berlaku sistem feodalisme. Sistem feodalisme merupakan sistem yang memberikan kekuasan penuh pada golongan bangsawan. Dimana dalam pelaksanaanya ditandai dengan banyaknya tindak kekerasan. Golongan bangsawan berkuasa penuh terhadap golongan dibawahnya. Dalam konteks mahasiswa, Hal inilah yang kemudian menimbulkan senioritas, dimana senior berkuasa penuh terhadap juniornya. Perpeloncoan kini telah menjadi momok bagi mahasiswa baru. Mereka menganggap perpeloncoan sama halnya dengan pengkaderan, namun pada dasarnya berbeda. Pengkaderan membawa muatan-muatan yang bermanfaat bagi mahasiswa baru, sedangkan perpeloncoan hanyalah kesia – siaan. Tidak ada manfaat yang ditimbulkan.
Potret lain Dibalik Pengkaderan
Masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya terkadang menyalahartikan pengkaderan. Mereka menganggap bahwa pengkaderan hanyalah perpeloncoan dan kekerasan semata. Tak dapat dipungkiri, pengkaderan memang erat kaitannya dengan kekerasan, namun itu semata – mata dimaksudkan agar junior berada di dalam kuasa seniornya. Kekerasan yang dimaksudkan dalam hal ini seperti tendangan, pukulan, maupun kategori rendah seperti push up ataupun lari keliling. Padahal mereka diperlakukan seperti itu, akibat dari kesalahan dan kelalaian mereka sendiri seperti, tidak datang tepat waktu, tidak mengenakan pakaian yang sesuai, dan lalai dalam tugas yang diamanahkan kepadanya. Kekerasan yang diberikan kepada mereka, semata – mata agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pengkaderan pun ditujukan untuk memangkas sifat mahasiswa yang individualistik, yang merupakan perilaku yang masih dibawa semasa SMA. Dimana mereka diajarkan untuk menjunjung tinggi kebersamaan. Adapun maksud dan tujuan kekerasan dalam pengkaderan ialah untuk melatih mental para mahasiswa agar bermental baja, tidak bermental kerupuk yang nantinya akan menghasilkan generasi – generasi yang cenggeng dan lembek. Namun, dalam perjalanannya, kader – kader yang dihasilkan dalam pengkaderan tak seperti apa yang diharapkan. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu kekurangan dari pengkaderan, kurangnya evaluasi yang dilakukan si pengkader, jikalau sang kader tidak seperti apa yang kita harapkan. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian yang serius agar pengkaderan dapat meghasilkan kader – kader yang berkualiatas.
Pengkaderan ala Indonesia dan Negara Maju
Negara – Negara maju seringkali menjadi cerminan bagi Negara Indonesia. Mengapa kita tidak mengikut pada prosesi penyambutan mahasiswa baru pada Negara – Negara maju yang dimana dalam pelaksanaannya tidak terjadi tindak kekerasan, kita diperkenalkan pada lingkungan kampus secara bersahabat? Namun, pernahkah terpikirkan dibenak kita, bahwa kita berbeda dengan Negara – Negara maju, para pelaku – pelaku yang terlibat didalamnya bisa dibilang sudah professional. Sedangkan di Indonesia? Mahasiswa masih perlu perhatiaan yang khusus. Maka perlu di adakan pengkaderan.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) pengkaderan merupakan proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Dalam artian, kita membuat karakter seseorang menjadi lebih baik. Pada Negara maju, pengenalan kampus terbilang singkat di tambah lagi mahasiswa lebih diarahkan kepada kegiatan akademis. Para orang tua lebih bangga jika anak – anak mereka punya IPK Tinggi tanpa mempertimbangkan penyaluran potensi yang dimiliki oleh anak-anaknya.  
Pengkaderan yang Ideal

Sudah idealkah pengkaderan kita? Ataukah sudah berkualitaskah kader-kader kita, yang punya prestasi dibidang akademik tapi tidak mengesampingkan potensi yang mereka miliki? Ini mungkin beberapa pertanyaan yang sering terlintas dibenak kita, melihat kondisi kurang baiknya keluaran dari pengkaderan kita. Selama ini, belum ada format ideal yang benar – benar bisa menciptakan kader yang berkualitas tidak hanya dalam hal akademik, tapi juga dalam hal berorganisasi. Bahkan pihak birokrat pun seringkali mengganggap pengkaderan tak ada gunanya, melihat orang yang mengkader belum tentu bisa menjadi contoh yang baik untuk sang kader kelak. Inilah kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin pengkader bisa menciptakan kader yang baik atau berkualitas, sedangkan sang pengkader pun masih belum bisa menjadi contoh yang baik? Ataukah kita harus mengadakan semacam pelatihan untuk pengkader(Training Of Trainer) agar kelak sang pengkader bisa menghasilkan kader yang berkualitas? Ataukah kita hanya mengikuti tradisi yang sudah ada?

0 comments:

Post a Comment