Seperti biasanya saat Ramadhan
tiba, setelah selesai berbuka dan shalat magrib. Kaum muslimin berbondong –
bondong melangkahkan kaki menuju mesjid terdekat untuk melaksanakan shalat
taraweh. Tak jarang ada yang memilih untuk shalat di tempat yang lebih besar,
seperti Mesjid Agung Atau Mesjid Raya. Kali ini Ramadhan sungguh berbeda dari
Ramadhan – Ramadhan sebelumnya. Kali ini saya harus rela menghabiskan seluruh
Bulan yang penuh berkah ini di Tanah Borneo. Namun, hal itu tak boleh
menyurutkan semangat untuk beribadah. Selepas adzan magrib di tambah tadarussan
±15 menit, cepat – cepat ku tarik sajadahku dan melangkahkan kaki menuju
mesjid. Kali ini kami memilih beribadah di dalam Mesjid, tak mau lagi di
pelataran Mesjid. Angin malamnya ngeri, nusuk sampai ke jantung. Eh.
Ada satu pemandangan yang begitu
menyita perhatianku. Seorang anak kecil yang berumur kira – kira 3 tahun. Anak
laki – laki yang bergabung bersama barisan kaum wanita ketika hendak melakukan
shalat taraweh. Saya rasa tak apalah orang dia juga masih anak kecil. Di tambah
lagi anaknya lucu dan ganteng. Tetiba langsung baper, ya kalau udah nikah
maunya punya anak kaya gitu(Hahaha, Sambil senyam senyum dalam hati). Tibalah
waktu sholat taraweh, sang imam memimpin Shalatnya dengan sangat khusyuk.
Namun, si anak tadi mulai melakukan aksinya. Menjejalkan kaki pada sajadah kami
satu persatu. Mondar – mandir kemudian tertawa sendiri. Ia begitu bahagia
bermain, walaupun hanya seorang diri. Ada perasaan geram ketika si anak mondar
– mandir tak karuan di sajadahku. Namun, masih ku maklumi toh dia juga masih
tak mengerti dengan apa yang di lakukan. Selepas mengucapkan salam dan berdoa
ku palingkan wajahku segera mencari sosok anak itu, yang jaraknya tak begitu
jauh dari tempatku. Namun, apa yang kudapati, ibu dari anak itu mulai
menjejalkan tangannya pada telinga dan tangan anak itu. Hatiku teriris, tak
tega melihat anak yang tak tahu apa – apa di perlakukan seperti itu. Tanpa ku
sadari mataku tak berkedip memandangi kejadian itu. Hatiku semakin sakit ketika
melihat mata anak itu mulai berkaca – kaca. Tak tega rasanya melihat anak
seimut itu menitihkan air mata. Tanpa ibunya sadari, ternyata tindakannya itu
membuat anaknya takut hingga si anak tak lagi mondar – mandir. Ia hanya berdiam
diri di tempatnya. Ternyata hal itu membuat si anak patuh dengan orang tuanya.
namun satu hal yang tak di sadari ibunya, ia membatasi ruang gerak si anak. Tak
membebaskannya. Ah, itu urusan ibunyalah. Setidaknya saya sedikit belajar
bagaimana si ibu mendidik anaknya. Tanpa di duga, pada saat rakaat terakhir
dari shalat taraweh sebanyak delapan rakaat sang ibu memanggil si anak. Ia
kemudian mendekat anak – anaknya erat – erat. Mataku pun tak melewatkan adegan
itu. Adengan yang membuatku pikiranku terbang menyebrangi lautan hingga ke
Pulau Sulawesi. Terbayang wajah ibu dan ayah yang hampir setahun tak bertatap
muka dengan mereka. Ketahuilah sekasar apapun orang tua terhadap kita, itu
mereka lakukan untuk kebaikan kita pula. Tak jarang kita salah mengartikannya.
Saya belajar dari kisah ibu dan anak yang ada di mesjid. Sebenarnya ia tak tega
bertindak kasar pada anaknya, namun jika hal itu tidak dia lakukan mungkn si
anak akan terus berjalan mondar mandir dan membuyarkan konsentrasi orang yang
beribadah. Ah, itu baru kemungkinan dan persepsi semata. Dan akhir dari segala
ceritanya. Happy Ending. Si ibu dan anak saling bergandengan tangan ketika
keluar melalui pintu utama Mesjid. ^_^…
2 comments:
kenakalan anak-anak sebenarnya menjadi serba-serbi yang membuat mesjid terasa indah. tanpa mereka mesjid terasa hampa.
kemarahan ibu di atas adalah satu ekspresi cinta. terus berbagi pengalaman temang.
Alangkah indahnya jika sebuah mesjid menyediakan taman bermain untuk anak-anak. Insha Allah temang, karena berbagi itu indah.
Post a Comment