Sudah tujuh bulan lamanya saya terbenam dalam hiruk pikuk Tanah Borneo. Kabupaten Berau tepatnya, tempatku mengabdikan diri selama setahun. Sarjana Mendidik Daerah 3T ( SM-3T) lah yang membawaku hingga ke Tanah Ini. Tanah yang tak pernah ada dalam mimpiku sebelumnya. Sama seperti mimpiku sebelumnya, tak pernah terbayangkan saya akan tinggal di perkampungan Dayak yang mayoritas non muslim. hampir seluruhnya menganut paham yang tak sama denganku.
Kala itu, memasuki bulan maret yang bertepatan dengan tujuh bulan saya di perkampungan ini. Bulan maret merupakan bulan yang sakral juga bagi mereka, karena bertepatan dengan kenaikan Tuhan mereka. Acara yang mereka selenggarakan begitu meriah.
Sudah menjadi tradisi di sebuah Perkampungan Dayak Punan acara mengotori wajah dengan arang atau pun kotoran wajan yang berwarna hitam. Perkampungan ini terletak di daerah Kalimantan Timur Kabupaten Berau, Kecamatan Kelay, Kampung Long Suluy. Mereka melakukan ritual ini sebagai salah satu syukur karena kegiatan ini telah berjalan lancar. Selain itu, mereka juga melakukannya untuk melepas segala penat selama kegiatan serta untuk menjaga agar silaturahmi mereka tetap terjalin.
Kala itu, memasuki bulan maret yang bertepatan dengan tujuh bulan saya di perkampungan ini. Bulan maret merupakan bulan yang sakral juga bagi mereka, karena bertepatan dengan kenaikan Tuhan mereka. Acara yang mereka selenggarakan begitu meriah.
Sudah menjadi tradisi di sebuah Perkampungan Dayak Punan acara mengotori wajah dengan arang atau pun kotoran wajan yang berwarna hitam. Perkampungan ini terletak di daerah Kalimantan Timur Kabupaten Berau, Kecamatan Kelay, Kampung Long Suluy. Mereka melakukan ritual ini sebagai salah satu syukur karena kegiatan ini telah berjalan lancar. Selain itu, mereka juga melakukannya untuk melepas segala penat selama kegiatan serta untuk menjaga agar silaturahmi mereka tetap terjalin.
Selepas kegiatan Paska yang berpusat
di Kampung Kami, seluruh masyarakat baik yang dewasa maupun anak – anak mulai
melakukan aksinya. Di mulai dari anggota keluarga, kerabat hingga ke tetangga.
Tak ada satu pun anggota masyarakat yang dapat lolos dari kegiatan ini, tak
terkecuali kami para pengajar. Kala itu kami sedang bersantai di depan rumah,
tiba – tiba dari kejauhan terlihat beberapa anak murid kami yang sudah
berlumuran dengan arang, baik itu di wajah maupun di tangan mereka. Awalnya
kami tak menyangka kalau mereka pun akan melumuri kami dengan arang – arang
itu. Namun, semakin lama mereka semakin mendekat dan dengan wajah yang sangat
bersungut – sungut, mereka akhirnya sampai di kediaman kami. Tak berselang
beberapa menit, terjadilah aksi coret mencoret di wajah dan di tangan kami.
Awalnya kami melakukan perlawanan dengan menghindarinya. Mulai dari menutup
pintu kamar hingga berontak ketika kotoran hitam itu akan mendarat di wajah
kami. Namun, personil mereka semakin lama semakin banyak, sehingga kami pun
harus pasrah dengan kotoran hitam yang mendarat di wajah kami. Namun, sebelum
membersihkan kotoran kami menyempatkan untuk mengabadikannya dengan berfoto
bersama.
Ini merupakan salah satu tradisi yang membudaya. Di sini, di Tanah Borneo.
Ini merupakan salah satu tradisi yang membudaya. Di sini, di Tanah Borneo.
Sabtu, 26 Maret 2016.
#SM3T#Angkt.V#UNM#Berau#Kal-Tim
0 comments:
Post a Comment