"Kesederhanaan, Kebersamaan, Kekuatan Cinta
Ketiga Energi yang membuat kami bertahan"
Kisah ini berawal dari kegelisahan
beberapa kawan yang ingin merasakan sensasi alam yang damai, sensasi pendakian
yang menantang, serta keinginan untuk menjauh sejenak dari hingar bingar ibu
kota Sulawesi selatan. Kami pun berembuk dan menyepakati untuk meninggalkan ibu
kota Sulawesi selatan dan menyatu dengan alam di danau tanralili. Danau
tanralili merupakan tempat yang belum terjamah, dan jaraknya pun lumayan
menyita energi. Jaraknya ±
40 Km dari kota bunga Malino. Kami pun menyepakati untuk berangkat pada hari
jumat dan pulang pada hari minggu. Tiba saatnya, Jumat 6 Desember 2013 tepatnya
pukul 22.00 Wita, kami pun meninggalkan ibu kota Sulawesi selatan dengan rasa
penasaran, dan di bumbui dengan rasa deg – degan. Namun, satu hal yang tak bisa
kulupakan sebagai seorang pemula, sensasi membawa carel yang begitu melelahkan.
Namun ada sedikit perasaan bangga yang terselip di antara lelah itu. Bangga
karena bisa menaklukkan carel yang lumayan berat. Dengan berbekal sepeda motor
formasi 1-10, kami menembus dinginnya perjalanan menuju kota bunga, membuang
semua lelah, demi sebuah tekad.
Setibanya di lokasi tempat kami
menambatkan sepeda motor, kami kembali bermusyawarah, apakah kita akan lanjut
sekarang ataukah melanjutkan pendakian esok hari. Ternyata teman – teman bersikeras
untuk melakukan pendakian. Dengan dikomandoi oleh Rifky dan diawasi oleh Tasbir
kami akhirnya memulai pendakian menuju danau tanralili sekitar pukul 02.30 dini
hari, diselimuti oleh perasaan was – was. Seperti tak mengenal lelah, kami
terus menyusuri jalanan berbukit, berbatu dan beberapa aliran air yang harus
kami sebrangi.
"Sang surya belum
menampakkan sinarnya, sementara bulir – bulir air begitu asyik menggelayut di
dedaunan dan rerumputan, hingga dingin terus menyelimuti"
Dengan gigi gemetar
akibat kedinginan, ku langkahkan kaki menuju sungai. Tanganku terbata – bata
mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat shubuh. Brrrrrrrr…. Dinginnya tak
kalah dengan air es. Rasa – rasanya tak ingin menyelesaikan wudhu ini, tak
sanggup dengan airnya yang begitu menusuk – nusuk kulit. Baru kali ini
merasakan khusyuknya shalat shubuh di tengah – tengah alam, dikelilingi pohon,
diiringi gemericik air dari sungai. Subhanallah…!!!. Usai melaksanakan shalat
shubuh dan bersih – bersih, kegiatan berlanjut dengan masak – memasak. Namun,
sebelum memasak kami memutuskan untuk menghangatkan diri terlebih dahulu dengan
meneguk secangkir kopi ala bang iwan Fals. “Bongkar, bongkar, Bongkar Tendanya”
Celetuk salah seorang teman yang mengundang gelak tawa kami semua. Tanpa sadar,
aku menggerutu dalam hati “lagi lagi indomie, tidak di Makassar, tidak di
tanralili, makan indomie terus, Huuufffttt”. Sebelum akhirnya keluh kesahku
keluar, buru – buru ku lafazkan istigfar. Kegiatan masak memasak lumayan
menyita waktu, dikarenakan kompor yang tidak mumpuni, hingga alat masak memasak
yang serba imut. “Wajar saja, kita lagi di alam, manfaatkan yang ada” ujar
salah seorang teman. Kegiatan masak memasak pagi itu di ketuai oleh kanda
Basrul dan makanan pagi itu cukup melimpah ruah, mulai dari indomie, kacang,
sarden, hingga makanan yang cukup mengurangi selera makanku, tak usahlah ku
sebutkan mereknya. Setelah lambung tengah dibereskan, Tibalah saatnya kami harus meninggalkan tempat ini, meninggalkan sejuta kenangan.
"Alam ini begitu indah, mari kita bersahabat dengan mereka. Pelihara mereka agar tetap indah"
Danau Tanralili, 06-08 Desember 2013
1 comments:
Titanium rings and the History of Playing Cards - TITanium
› › titanium iv chloride Video games › hypoallergenic titanium earrings › Video games Nov 13, 2019 — Nov 13, black titanium fallout 76 2019 Today, these new playing cards titanium sia are crafted by our talented titanium trim as seen on tv designers who create a world-class playing card set with their own twist.
Post a Comment